Berita IAI

International Tax Conference 2024 - Mengantisipasi Ketidakpastian Global di Sektor Perpajakan

08 Oktober 2024 - Siaran Pers


Penerapan two pillar solution (solusi dua pilar) dalam perpajakan internasional bisa menimbulkan kompleksitas dalam sistem pajak di dunia. Karena itu, pemerintah bakal menyiapkan administasi pajak yang sederhana dalam menerapkan two pillar solution, agar tidak menambah beban pada wajib pajak.

Hal itu dikatakan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, ketika membuka International Tax Conference (ITC) 2024 di Yogyakarta, Kamis (3/10/2024). ITC 2024 ini merupakan penyelenggaraan ke-11 konferensi perpajakan paling bergengsi di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), didukung oleh Moody’s, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Acara ini juga didukung oleh IAI Wilayah Yogyakarta. Konferensi ini dihadiri oleh ratusan peserta dan narasumber terkemuka dari dalam dan luar negeri.

Menurut Yon Arsal, dunia saat ini dihadapkan pada tantangan yang muncul akibat digitalisasi ekonomi. Adanya perluasan bisnis dan teknologi digital yang mengaburkan batas-batas negara, membuat sistem pajak tradisional menjadi semakin ketinggalan zaman. Perusahaan multinasional kini beroperasi di banyak negara tanpa kehadiran fisik sehingga memunculkan ketidakselarasan antara tempat laba dihasilkan dan tempat pajak dibayarkan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan banyak negara, khususnya negara-negara berkembang, berada pasda posisi yang kurang menguntungkan, termasuk Indonesia.

Yon Arsal menambahkan, tidak sedikit negara dalam beberapa dekade terakhir ini saling bersaing menggunakan tarif pajak yang lebih rendah untuk menarik investasi. Sejak tahun 1980, tarif pajak perusahaan rata-rata global telah turun ari 40,18% menjadi 28,45% pada tahun 2023.

“Tarif pajak yang lebih rendah memang dapat menarik investasi. Tapi ini juga bisa mengurangi penerimaan negara yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan sosial, dan pelayanan kesehatan terutama di negara berkembang,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi kedua permasalahan itu, negara-negara OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS bekerja sama untuk memberikan solusi melalui two pillar solution. Pilar 1 bertujuan mengalokasikan kembali porsi hak perpajakan ke yurisdiksi pasar dengan memastikan distribusi laba dan pendapatan pajak yang adil sesuai dengan aktivitas ekonomi perusahaan di setiap yurisdiksi. Sementara Pilar 2 berupaya mengatasi fenomena race to the bottom sehingga diusulkan pajak minimum global sebesar 15% untuk menyamakan kedudukan dan mencegah pengalihan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah.

Yon Arsal mengatakan, perubahaan lanskap pajak tersebut memerlukan reformasi yang komprehensif dalam kebijkaan pajak domestik agar selaras dengan standar global dan mempertahankan daya saing. Salah satu konsekuensi penerapan Pilar 2 adalah pemerintah harus mengevaluasi kebijakan insentif pajak yang berlaku saat ini. Selain itu, pemerintah juga mulai membicarakan skema-skema insentif yang dapat menjadi alternatif kepada pemangku kepentingan, terutama wajib pajak. Terlebih apabila insentif pajak di Indonesia mengarah pada tarif pajak efektif di bawah 15%, maka hal ini akan memungkinkan yurisdiksi lain mengklaim hak pemajakan melalui top-up tax atas laba yang kurang dipajaki.

Ket: Yon Arsal memukul gong 11 kali sebagai tanda dimulainya ITC ke-11 di Yogyakarta

Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI, Ardan Adiperdana yang memberi sambutan secara virtual mengatakan, Indonesia tengah menghadapi periode perubahan yang cepat dan kompleks seiring perkembangan perpajakan internasional. Salah satu isu yang paling mendesak dalam lanskap ini adalah penetapan harga transfer (transfer pricing), karena dampaknya yang signifikan terhadap perusahaan multinasional dan otoritas pajak.

Penetapan harga transfer, dengan aturan dan regulasinya yang rumit, merupakan tantangan sekaligus peluang bagi para profesional pajak. Seiring dengan semakin kompleksnya rantai pasokan global dan meluasnya ekonomi digital, kebutuhan untuk memastikan bahwa praktik penetapan harga antara entitas terkait adil dan sesuai dengan standar internasional tidak pernah lebih penting dari sekarang. Namun, ketidakpastian kebijakan pajak di berbagai yurisdiksi menambah lapisan ketidakpastian lain yang harus kita kelola dengan hati-hati.

Peran Strategis Profesi dalam Perpajakan Internasional

“Di IAI, kami menyadari peran penting yang dimainkan oleh akuntan profesional dan praktisi perpajakan dalam lanskap yang terus berkembang ini. Kami berkomitmen untuk menyediakan sumber daya, pendidikan, dan platform yang dibutuhkan untuk membekali anggota kami dengan berbagai alat untuk meraih kesuksesan,” ujar Ardan. “ITC ini merupakan bagian penting dari komitmen tersebut, dan saya yakin bahwa diskusi yang kita lakukan dapat membantu kita menavigasi ketidakpastian di masa mendatang dengan lebih baik,” ia menambahkan.

Pada kesempatan itu, Ketua KAPj IAI, Prof. John Hutagaol menyinggung bahwa lanskap pajak global modern dibentuk oleh sejumlah faktor, yaitu kemajuan teknologi yang pesat, kebangkitan ekonomi digital, reformasi pajak internasional yang terus berkembang, dan meningkatnya pengawasan dari regulator. Setiap elemen ini menimbulkan kompleksitas dan ketidakpastian bagi bisnis yang beroperasi lintas batas negara dan yurisdiksi.

Saat ini kita masih menunggu pelantikan presiden baru yang tentunya akan diikuti dengan pengumuman menteri dan nomenklatur kementerian. Kebijakan pemerintahan baru diyakini dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga perlu didukung bersama.

Dari sisi perpajakan Indonesia, sejak tahun 2018 pemerintah Indonesia telah merancang perubahan sistem perpajakan dengan mengadopsi Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Core tax yaitu sistem administrasi perpajakan DJP sebagai bagian dari upaya reformasi perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi perpajakan, dimana wajib pajak dapat melakukan layanan secara mandiri dan pengisian SPT secara otomatis serta transparansi rekening wajib pajak akan meningkat.

Di sisi lain, pemerintah akan sepenuhnya menerapkan financial reporting single window (FRSW) pada tahun 2025. Sistem ini dikembangkan dari XBRL saat ini, yaitu standarisasi informasi pelaporan keuangan (SILK) Direktorat Jenderal Pajak dan IDXNet Bursa Efek Indonesia.

Prof. John Hutagaol mengatakan, sekarang tengah berlangsung upaya global yang bertujuan untuk mereformasi peraturan perpajakan. Inisiatif Base Erosion of Profit Shifting (BEPS) OECD, yang berupaya mengatasi strategi penghindaran pajak, telah mengubah secara mendasar cara pandang perpajakan internasional. Selain itu, penerapan kerangka kerja Pilar Satu dan Pilar Dua bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak yang adil, di mana pun mereka beroperasi.

Menurut Prof. John, Indonesia menghadapi tantangan tambahan dengan peraturan domestik yang terus berkembang, termasuk penerapan pajak baru pada ekonomi digital dan peningkatan fokus pada penetapan harga transfer. Perubahan ini mencerminkan gerakan global menuju sistem pajak yang lebih adil dan transparan. Namun, reformasi ini juga disertai dengan meningkatnya kompleksitas.

“Akuntan, terutama yang berada di sektor publik dan swasta, memainkan peran penting dalam membantu bisnis menanggapi lingkungan yang dinamis ini. Sebagai trusted advisor, kemampuan kita untuk membimbing organisasi melalui labirin perpajakan global sangatlah penting. IAI, sebagai asosiasi profesi akuntan terkemuka di Indonesia, berkomitmen untuk membekali anggotanya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola ketidakpastian ini,” jelas Prof. John.

Melalui berbagai inisiatif seperti Chartered Accountant (CA), Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL), serta workshop dan pelatihan lainnya, IAI berupaya meningkatkan kemampuan akuntan di berbagai bidang seperti perencanaan pajak, penetapan harga transfer, dan kepatuhan hukum pajak internasional. Upaya ini memastikan bahwa akuntan Indonesia tidak hanya diperlengkapi untuk menghadapi tantangan domestik, tetapi juga siap untuk mengelola kompleksitas di arena pajak global.

“Sebagai kesimpulan, lanskap pajak global berkembang pesat, dan berbagai tantangan ke depan mengharuskan kita untuk tangkas, berwawasan luas, dan strategis. Peran akuntan, khususnya kami di IAI, adalah menjadi yang terdepan dalam perubahan ini, membimbing bisnis melewati ketidakpastian sambil memastikan kepatuhan dan keberlanjutan,” pungkas Prof. John Hutagaol.

Tentang IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.

Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke iai-info@iaiglobal.or.id