Navigate to:
01 Juli 2020 - Siaran Pers
(Bandung, 30 Juni 2020) - Keberadaan regulasi yang komprehensif mengatur tentang pelaporan keuangan dinilai semakin urgent, apalagi perekonomian Indonesia saat ini mengalami kondisi luar biasa akibat adanya pandemi Covid-19. Penanggulangan pandemi, perbaikan ekonomi, hingga persiapan menjalani new normal, dipastikan membutuhkan anggaran yang luar biasa besar sehingga urgensi akan adanya akuntabilitas dan tata kelola yang tepat, menjadi semakin besar dari pada sebelumnya.
Itulah salah satu alasan kalangan profesi akuntan mendorong agar Rancangan Undang-Undang Pelaporan Keuangan (RUU PK) agar segera dimajukan ke program legislasi nasional. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN IAI), Prof. Mardiasmo, ketika melantik pengurus IAI Wilayah Jawa Barat secara virtual, Selasa, 30 Juni 2020. Pelantikan virtual yang diiringi dengan pelaksanaan webinar bertema Urgensi RUU Pelaporan Keuangan bagi Akuntan dan Perekonomian Indonesia, diikuti oleh sekitar 1000 peserta yang berasal dari pengurus dan anggota IAI Wilayah Jawa Barat, penasihat, pengurus dan ketua-ketua IAI Wilayah dari berbagai provinsi di Indonesia, kalangan akademisi akuntansi, guru-guru akuntansi SMK se-Jawa Barat, dan stakeholders akuntan lainnya.
Prof. Mardiasmo mengatakan, perekonomian Indonesia saat ini dalam situasi extra ordinary (luar biasa), sehingga keberadaan regulasi seperti RUU PK menjadi sangat penting. Kondisi extra ordinary ini sangat mempengaruhi asumsi dan judgement pelaku ekonomi dan penyusun laporan keuangan, sementara laporan keuangan bergantung pada asumsi dan judgement.
“Jangan sampai terjadi perbedaan persepsi antara preparer laporan keuangan dengan auditor dalam kondisi extra ordinary,†ujar mantan Wakil Menteri Keuangan RI itu.
Prof. Mardiasmo yang kini menjadi Ketua Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan meminta akuntan yang menjadi pengurus IAI Wilayah Jawa Barat untuk turun gunung membantu masyarakat, melalui provinsi serta kabupaten/kota, mengatasi berbagai masalah yang timbul akibat pandemi Covid-19. IAI Wilayah Jawa Barat harus mendampingi agar APBD di wilayah ini bisa di-refocusing dan direalokasi kepada belanja yang berorientasi masyarakat.
Prof. Mardiasmo mendorong anggota IAI untuk selalu siap membantu transparansi program pemerintah daerah yang saat ini fokus pada upaya penanggulangan kesehatan akibat Covid-19, dan perbaikan ekonomi masyarakat. IAI harus membantu mempercepat dan memperpendek jalur birokrasi dan mendorong akuntabilitas pelaporan keuangan.
“IAI wilayah harus menjadi garda terdepan agar ekosistem pengelolaan keuangan menjadi lebih baik. IAI wilayah dapat lebih proaktif dan bekerjasama dengan seluruh stakeholders dalam membangun perekonomian negeri pasca pandemi Covid-19 ini,†imbau Mardiasmo.
Urgensi RUU PK
Terkait dengan keberadaan RUU PK, Guru Besar Akuntansi UGM itu menekankan bahwa RUU PK merupakan salah satu prioritas DPN IAI pada periode 2018-2022, sehingga dimasukkan ke dalam program strategis Prakarsa 6.1: Menguasai Perubahan Menyiapkan Masa Depan, dimana IAI akan mewujudkan perlindungan hukum bagi profesi akuntan, penguna jasa akuntan profesional, serta pengguna laporan keuangan di Indonesia. Dalam Prakarsa 6, DPN IAI telah memprogramkan untuk secara berkelanjutan melakukan lobi strategis dan bersinergi dengan pemangku kepentingan atas inisiasi RUU PK ini.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto yang menjadi narasumber webinar, menekankan tingginya ekspektasi terhadap profesi akuntan dalam perekonomian. Karena itu, profesi ini diharapkan terus menjaga kompetensi dan profesional dalam ekosistem bisnis yang berubah, karena akuntansi selalu berubah mengikuti perubahan proses bisnis yang semakin modern. Hadiyanto juga meminta akuntan selalu memegang teguh nilai integritas, yang salama ini telah menjadi mahkota profesi akuntan.
“Ketika payung hukum sudah jelas, jangan sampai terjadi profesi akuntansi yang rela menggadaikan nilai integritas hanya untuk alasan mendapatkan klien atau tidak mau ditinggal klien,†ujar Hadiyanto yang bergabung secara virtual.
Hadiyanto menjelaskan, terdapat banyak urgensi dari penyusunan RUU PK, antara lain untuk menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang efektif melalui penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan peningkatan akuntabilitas perusahaan sebagai penyusun laporan keuangan. Selain itu, RUU PK dibutuhkan untuk meningkatkan potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui sistem pelaporan keuangan yang baik. Regulasi ini juga dibutuhkan untuk mengembangkan sentralisasi data pelaporan keuangan sehingga dapat mendukung perekonomian dan menciptakan lingkungan investasi yang menarik di Indonesia.
Hadiyanto menilai, regulasi yang berkaitan dengan laporan keuangan saat ini belum cukup dan memiliki banyak kelemahan. Penyampaian laporan keuangan masih disampaikan ke banyak regulator sehingga tidak efektif dan berbiaya mahal. Lalu tidak terdapat sanksi yang tegas, dan tidak terdapat pengaturan kompetensi penyusun laporan keuangan. Yang tidak kalah penting, tidak terdapat pengaturan terhadap peran profesi penunjang pelaporan keuangan.
Karena itu, dalam pokok substansi pengaturan RUU PK akan dimasukkan kewajiban penyusunan dan penyampaian laporan keuangan bagi entitas pelapor, kewajiban audit laporan keuangan bagi entitas pelapor tertentu, serta penyusun dan penanggungjawab laporan keuangan. Juga akan diatur dalam substansi RUU PK terkait pengaturan kompetensi bagi penyusun laporan keuangan, profesi penunjang pelaporan keuangan, hingga pengaturan terkait standard setter.
Simplifikasi proses penyampaian laporan keuangan juga dilakukan untuk memperbaiki kondisi saat ini, dimana entitas, baik yang wajib audit maupun tidak, secara sporadis menyampaikan laporan ke banyak regulator, seperti DJP, Bank, OJK, Kemendag, Kemenkumham, Kemen BUMN, KemenkopUMKM, dan lainnya. Setelah adanya RUU PK, entitas-entitas itu cukup menyampaikan laporan ke unit penyelenggara sistem pelaporan keuangan terpadu satu pintu, untuk selanjutnya secara sistem dapat diakses oleh regulator terkait.
Kewajiban Sertifikasi Profesi
Profesi akuntansi merupakan salah satu profesi penunjang pelaporan keuangan yang akan diatur dalam RUU PK. Kewajiban memiliki sertifikasi profesi merupakan salah satu amanat penting yang dimasukkan ke regulasi ini, agar penyusun laporan keuangan memiliki kompetensi dan kapabilitas yang teruji dengan baik.
Dengan demikian, keberadaan RUU PK ini diharapkan dapat memberikan dampak optimal bagi perbaikan perekonomian Indonesia di masa depan. Perbaikan ekosistem pelaporan keuangan dan peningkatan kualitas pelaporan keuangan dapat dilakukan secara berkesinambungan, sehingga mendorong tersedianya informasi berkualitas bagi para stakeholders. Kondisi ini akan mendorong adanya peningkatan public trust, peningkatan investasi, dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan penerimaan perpajakan.
Hadiyanto mengatakan, saat ini proses pengajuan RUU PK ini tengah berlangsung, dan diharapkan pembahasan di DPR sudah bisa dilakukan pada tahun depan. Karena itu, Hadiyanto berharap adanya feedback dan dukungan dari profesi akuntan agar pembahasan RUU PK ini bisa berjalan seperti yang direncanakan.
Tentang IAI
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. IAI merupakan anggota dan pendiri International Federation of Accountants (IFAC) dan ASEAN Federation of Accountants (AFA), serta associate member Chartered Accountants Worldwide (CAW).
Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, IAI menerbitkan Kode Etika Akuntan Indonesia. Sebagai standard setter, IAI menyusun dan menetapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
Informasi lebih lanjut tentang IAI, kunjungi www.iaiglobal.or.id, atau email ke iai-info@iaiglobal.or.id. Terkait pandemi Covid-19, IAI telah mengeluarkan sejumlah guidance yang bisa diakses melalui http://iaiglobal.or.id/v03/home