Berita IAI

(Sudut Pandang): "Bahaya Laten Ekonomi"

17 Desember 2015 - Siaran Pers


“Bahaya Laten Ekonomi”

Perubahan memungkinkan timbulnya disruptive power yang bisa merusak tatanan global dan membawa dunia ke arah tatanan ekonomi baru. Akuntan harus mengambil tanggungjawab mengawal perubahan itu ke arah yang konstruktif.


Peristiwa ekonomi selalu diliputi oleh bahaya laten karena banyak sekali unobserve variable yang melingkupinya. Kita mengenal variabel laten yang sulit diamati namun memiliki efek yang nyata. Bahaya laten ekonomi bisa saja memiliki bentuk serupa.

Dibutuhkan pendekatan lain yang bisa melihat keseluruhan peristiwa melalui sudut pandang yang berbeda. Freakonomics melihat selalu ada hidden agenda dibalik semua peristiwa. Ada sisi-sisi tersembunyi yang kadang mengandung komplikasi, tapi juga tidak jarang sangat sederhana. Hidden agenda itu yang seringkali memengaruhi hasil sebuah peristiwa dan reaksi yang ditimbulkannya.

Dunia kini semakin terbiasa dengan hal-hal disruptif yang merusak keseimbangan. Inovasi disruptif telah membantu menciptakan pasar baru, peluang baru, sekaligus merusak tatanan pasar yang sudah lama dan status quo. Inovasi model ini pula yang akhirnya menciptakan jenis konsumen baru, yang berbasis pada pengembangan produk dan servis yang tidak pernah diduga sebelumnya.

Seperti fenomena black swan yang pada akhirnya selalu memunculkan kejutan yang mengubah dunia melalui hal-hal disruptif. Bahaya-bahaya laten ekonomi bisa saja masuk menjadi bagian fenomena black swan seperti digambarkan Nashim Nicholas Taleb. Itu karena black swan tidak melulu muncul sebagai pembaharu, namun bisa pula sebagai perusak.

Taleb, penulis dan ahli matematik kelahiran Lebanon, dalam bukunya The Black Swan memaparkan fenomena sebuah peristiwa yang datang sebagai kejutan, memiliki pengaruh besar, dan seringkali tidak bisa dirasionalisasikan dengan presisi merunut pada fakta pendukungnya.

Dalam teori ini, Taleb berusaha menggambarkan peran yang sangat tidak proporsional dari tokoh-tokoh high profile, sulit diprediksi, dan peristiwa langka yang berada di luar kenormalan sejarah, ilmu pengetahuan, keuangan, dan teknologi. Taleb juga menggambarkan kemungkinan yang tidak dapat diperhitungkan sebagai konsekuensi dari peristiwa langka itu melalui metode ilmiah karena sifat probabilitasnya yang kecil.

Teori ini mengacu pada peristiwa tak terduga yang menimbulkan magnitude besar dan membutakan orang. Beberapa peristiwa ini melahirkan orang-orang outliers, yang dalam sejarah dikenal sebagai tokoh-tokoh dominan dan memainkan peran jauh lebih besar dari orang dan kejadian biasa. Namun tidak ada keharusan teori ini melulu melahirkan tokoh-tokoh terbaik yang akan menjadi pionir di masanya.

Teori black swan bisa mendeskripsikan dengan gamblang kemunculan tokoh-tokoh seperti Barack Obama, Elon Musk. Di Indonesia, fenomena Jokowi disebut-sebut sebagai contoh sempurna dari fenomena black swan. Tidak banyak yang tahu karier politik Jokowi sebelumnya. Namun tiba-tiba saja dia muncul ke permukaan.

Sejarah Indonesia juga dipenuhi oleh peristiwa-peristiwa seperti itu. Sepertinya misalnya, Ken Arok yang muncul entah dari mana dengan sejarah yang penuh gelimang darah. Namun dari Ken Arok pula (bersama istrinya Ken Dedes) lahir raja-raja besar nusantara yang mampu mewarnai peradaban beberapa generasi setelahnya.

Fenomena black swan pada awalnya selalu luput dari perhatian. Lalu muncul sebagai sebuah disruptive power yang merusak kemapanan sebelumnya. Pertanyaannya, apakah mereka mengalami percepatan sedemikian rupa, atau mereka luput dari perhatian? Lalu fenomena atau kondisi apa yang melahirkan mereka? Di satu waktu tertentu, mereka tumbuh dengan kecepatan yang berlipat dipicu oleh satu kondisi. Yang selalu menjadi pemicunya adalah kemajuan teknologi  dan perubahan itu sendiri. Namun yang jelas ini bukan hal baru. Banyak pemimpin kaliber dunia berasal dari orang-orang seperti ini.

Celakanya, cerita ‘si angsa hitam’ tidak melulu tentang tokoh-tokoh terbaik yang akan menjadi pengusung sejarah. Pun tidak hanya menjadi peristiwa-peristiwa yang akan dikenang sebagai momentum terbaik di masanya. Black swan juga mampu menghadirkan sesuatu yang lain. Perang dunia adalah contohnya. Lalu fenomena ISIS di Timur Tengah bisa menjadi sebuah contoh sempurna dari kekuatan merusak teori Taleb. Di akuntansi, kita mengenal kasus Enron yang telah meluluhlantakkan sendi-sendi kemapanan ekonomi dunia, karena langsung bekerja di jantung para penjaga integritas. Banyak lagi peristiwa lain yang secara kategori bisa masuk sebagai contoh terbaik teori black swan. Seberapa jauh dugaan orang akan munculnya ISIS? Sama halnya siapa yang menduga Enron akan memiliki kekuatan merusak sedemikian rupa? Mungkin banyak lagi fenomena serupa yang akan muncul. Mereka berakumulasi menjadi bahaya laten yang muncul dari peristiwa yang tidak terobservasi sebelumnya.

Lalu apakah bahaya laten itu memang bisa hadir dengan tiba-tiba? Atau sebenarnya dia telah ada namun hanya luput dari perhatian. Manusia selalu punya kecenderungan untuk tidak memperhatikan sesuatu yang penting, tapi lebih memperhatikan sesuatu yang menarik. Belajar dari teori siklus, tidak mungkin sesuatu tiba-tiba menjadi besar begitu saja. Semuanya pasti diawali dari hal kecil, tercerai berai, lalu kemudian menyatu, berinteraksi, semakin kuat, dan kemudian menjadi sangat kuat.

Fenomena seperti itu lahir dan membesar di tengah ketidaktahuan. Lalu mencapai titik kulminasinya di puncak ketidaktahuan yang hanya akan melahirkan dua hal, decak kagum atau justru ketakutan. Dalam hal ini, ketidaktahuan bisa menjadi sebuah kelemahan. Bayangkan krisis seperti apa yang akan merusak perekonomian ini di tengah ketidaktahuan seperti itu.

Bisakah kita belajar dari keterkejutan-keterkejutan itu, lalu menemukan satu rumusan anti keterkejutan (shock neutral)?

Seperti siklus aksi, reaksi, masalah, dan antisipasi yang telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga sepertinya akan efektif mengantisipasi persoalan demi persoalan. Manusia modern selalu belajar bagaimana beradaptasi dengan kejadian yang ada. Adaptasi kemudian berkembang menjadi tindakan preventif yang mendahului sebuah aksi. Preventif pun akhirnya bergerak lebih maju dan masif melalui sebuah tindakan preemptive. Dalam film box office Avatar, Kolonel Quaritch bicara tentang preemptive strike, serangan besar-besaran untuk menghilangkan potensi aksi dari pihak musuh.

Ada langkah-langkah antisipasi yang bisa dilakukan walaupun tidak selalu tepat. Seperti halnya kita tidak mungkin menghentikan gempa, tapi bisa membangun bangunan anti gempa. Tindakan preventif itu dilakukan dalam skala yang sangat aman. Dalam konteks bangunan anti gempa, Jepang mungkin telah melampaui titik itu. Tapi apa jadinya jika ternyata kita tidak melulu tahu apa yang harus di preventif. Sama halnya ketika preemptive strike yang dilakukan Koloner Quaritch justru membangunkan kekuatan musuh yang tidak pernah diduga, dan justru menghadirikan keterkejutan baru.

Ancaman big data misalnya. Kita juga tidak pernah tahu akan seperti apa ancaman yang ditimbulkan oleh kemajuan identifikasi data ala Google. Lalu bahaya laten seperti apa yang akan dibawa era Internet of Things. Apakah kita akan dikejutkan oleh kemampuan tak terduga artificial intelligence dan teknologi robotik yang sedianya digagas untuk mempermudah hidup manusia?

Butuh orang-orang yang sangat visioner untuk membawa kita keluar dari keterkejutan itu. Orang-orang langka yang bisa menciptakan peluang langka yang memiliki efek luar biasa. Bill Gates, Steve Jobs, Walt Disney, the Beatles, Obama, Elon Musk, dan sekelompok kecil lainnya adalah contoh sempurna dari fenomena itu. Mereka mampu menangkap momentum langka yang akan mengubah nasib dunia selamanya.

Obama sudah dalam posisi sangat mapan ketika Amerika butuh perubahan. Bill Gates dalam usia matang dan sudah melewati pelatihan yang sangat panjang ketika dunia butuh infrastruktur seperti software Windows yang dikembangkan Microsoft. Sama halnya ketika the Beatles sudah melewati pelatihan 1000 jam lebih ketika pasar musik Amerika siap menerima karya-karya fenomenalnya.

Itu juga yang terjadi pada Jokowi, dan tokoh-tokoh yang lahir seperti fenomena black swan lainnya. Mereka menjalani pelatihan mereka sendiri untuk kemudian bersiap ketika golden moment itu tiba. Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang bisa melihat dan merasakan gejala black swan dan mampu mengambil kesempatan dari setiap fenomena langka tersebut.

 

Akuntansi sebagai Solusi

Akuntansi dalam bentuk terbaiknya seharusnya bisa mengindentifikasi gejala-gejala black swan melalui nilai-nilai dasarnya. Prinsip keseimbangan melalui balance dan double entry telah mengambil peran krusial di dunia bisnis sejak akuntansi diciptakan. Jika semua transaksi dan kejadian ditarik ke dalam nilai-nilai itu, dimana semuanya harus seimbang dan memiliki counter party yang setara, niscaya tidak akan ada fenomena black swan yang lolos dari kaca mata akuntan. Melalui logika keteraturan dan logika proses, semuanya akan terdeteksi dan tercatatkan dengan baik. Akuntansi bisa menjadi tools untuk proses fit and propert test level kepemimpinan di level manapun. Para pemimpin level tertinggi harus memastikan itu terjadi.

Seperti dikatakan Steven Levitt dalam Freakonomics, orang sangat mungkin berdusta, tapi angka tidak pernah berbohong. Angka adalah informasi berharga yang sangat dibutuhkan untuk mengetahui setiap pergerakan ekonomi. Melalui angka pula Levitt dapat menerangkan berbagai fenomena ekonomi yang hasil menunjukkan sebuah keganjilan ataupun jalan menuju sukses.

Dalam konteks itu pula, akuntan bisa berbuat banyak karena angka dan informasi merupakan keunggulan komparatif dan kompetitif seorang akuntan. Karena akuntan melalui Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) mengharuskan angka dan informasi yang terjadi harus dapat dipahami, relevan, dapat diandalkan, dan dapat diperbandingkan. Melalui keunggulan itu, akuntan bisa mencatat dan mengawal sejarah tanpa ada satupun yang terlewat.

Dengan begitu, gejala golden moment itu bisa dicatat, diverifikasi, kemudian dirasakan, bahkan direpetisi sesering mungkin. Ketika sebelumnya kita bicara tentang kristal imajinasi, dimana setiap unsur melalui perlakuan terbaiknya akan menjadi sebuah mahakarya, maka mahakarya dari akuntansi bisa berupa penciptaan golden moment itu. Tidak hanya sekali, tapi berulang kali. Dengan penerapan prinsip akuntansi melalui praktik-praktik terbaik di berbagai sektor (sustainable accounting practices), akuntan dapat membaca semua peristiwa secara komprehensif tanpa melewatkan hidden agenda apapun.

Melalui itu pula, Akuntan Profesional bisa menciptakan nilai-nilai yang relevan yang bisa mengeksplor kemampuan terbaiknya. Sustainable accounting practices akan membantu mengubah cara berpikir dunia bisnis dalam upaya menciptakan nilai tambah dari waktu ke waktu. Pemikiran seperti inilah yang pada akhirnya akan mengubah perilaku perusahaan secara keseluruhan, dan mendorong terciptanya organisasi yang lebih tangguh dengan tingkat kepercayaan yang lebih besar dalam bisnis yang terintegrasi.

Karena itu, Akuntan Profesional harus membuat dunia terlihat seperti apa adanya. Akuntan melalui beragam keistimewaan yang melekat di profesinya, harus bisa mengambil manfaat dari gejala freakonomics, fenomena black swan, hingga menghindarkan dunia dari bahaya laten ekonomi yang pasti berbahaya bagi sustainable development secara global. Akuntan adalah solusi krisis, karena sistem akuntansi itu naturenya adalah keseimbangan sempurna pada setiap aspek, dilengkapi dengan trust dan integritas pelakunya.

Melalui akuntansi, akuntan bisa membuat orang bisa merasakan dan menangkap fenomena langka itu. Atau setidaknya, hindarkan orang-orang dari keterkejutan yang tidak perlu sehingga potensi krisis bisa diminimalkan. *

(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Oktober – November 2015)

CA, Tentukan Kesuksesanmu!