Berita IAI

(Wawancara): "Akuntan Harus Miliki Mindset Pebisnis"

17 Desember 2015 - Siaran Pers


Michelle Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan

Spirit Akuntan Muda

“Akuntan Harus Miliki Mindset Pebisnis”

 

Keterampilan teknis (technical skill) diperlukan seorang Akuntan Profesional agar bisa menjalankan fungsinya di dunia bisnis. Namun aspek bisnis dan entrepreneurship harus melengkapi seorang akuntan dalam mengembangkan industri dan perekonomian. Demikian antara lain dikatakan  Michelle Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan, belum lama ini.

 

 

Profesi akuntan publik (AP) tidak akan pernah mati, karena profesi itu yang di-endorse oleh negara. Namun tantangan akan selalu ada. Karena itu para AP yang berkiprah di industri ini harus bisa mengidentifikasi peluang di balik semua tantangan dan perubahan zaman. Michele Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan mengatakan, tantangan terbesar dalam waktu dekat ini adalah bagaimana berkompetisi dengan pihak asing ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku.

“Kalau kita melihat ke negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, mereka sudah mulai berpikir bagaimana bisa masuk ke Indonesia. Seharusnya kita juga bisa berpikir bagaimana caranya bisa masuk ke Malaysia atau Singapura,” ungkap Michelle. “Tapi boro-boro berpikir sampai stage itu, sekarang membahas SAK ETAP saja kita masih bertengkar, istilahnya,” Michelle memberi gambaran.

Untuk bersaing, bagi Michelle, faktor kualitas akan sangat menentukan. Sementara untuk menentukan kualitas bukan sesuatu yang mudah, namun butuh dibuktikan. Kalau semuanya saling bersaing untuk mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee serendah-rendahnya, akan sangat tidak bagus bagi industri. Di tengah praktik ekonomi biaya tinggi, kantor akuntan mempekerjakan SDM high intelligence, sehingga tidak mungkin dibayar rendah.

Apalagi audit adalah jasa yang tidak mudah didiferensiasi. Menurut Michelle, praktisi AP harus pintar-pintar menawarkan peluang dari jasa-jasa lainnya, seperti konsultan bisnis dan konsultan manajemen. Caranya dengan melakukan STP (segmenting, targeting, dan positioning) bisnis KAP.

Michelle berpendapat, pada level tertentu, seorang akuntan dituntut untuk makin menguasai sisi entrepreneurship. Di level managing partner, mindset profesi harus dikembangkan ke arah mindset pebisnis. “Untuk level managing partner, technical skill hanya menjadi minimum requirement. Kita juga harus menguasai soft skill,” ungkap Michelle. “Jadi ilmu marketing harus jalan di bisnis KAP. Apalagi berdasarkan pengalaman, di bisnis KAP banyak praktisinya tidak memiliki business minded. Kalau seperti itu pasti akan susah mengelola dan mengembangkan bisnis KAP,” ia menambahkan. Ia meyakini jika bisnis akuntan publik dikelola dengan pendekatan entrepreneurship, bisnis ini akan berkembang.

 

Apresiasi Regulasi

Dalam bisnis AP yang makin kompleks dewasa ini, Michelle melihat sisi regulasi merupakan aspek penting yang sangat menentukan arah profesi ini ke depan. Namun ia berharap regulator selalu membuat kebijakan yang lebih pro industri.

“Saya melihat sekarang sudah banyak perubahan. Seperti soal rotasi tidak ada lagi. Dulu memang kondisinya cukup parah. Walau pun ada aturan rotasi, tapi praktiknya masih bisa diakali oleh KAP Big Four,” ungkap Michelle. Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2015, aturan tentang rotasi memang sudah dicabut. Michelle melihat ada potensi yang tidak fair atas pemberlakuan sistem rotasi itu selama ini. Apalagi banyak KAP yang mengakali aturan tersebut dengan mengubah susunan partnernya secara periodik, agar terhindar dari risiko kehilangan klien.

Michelle sendiri sangat mengapresiasi terbitnya PP 20 Tahun 2015  yang dinilai sangat mempermudah hidup KAP kecil. “Itu suatu terobosan yang luar biasa,” ujarnya. Ini memberikan kesempatan yang sama bagi KAP di berbagai level untuk berkembang.

Ia juga menilai, regulator harus bertindak sebagai wasit dan bisa menginterupsi industri jika dirasa diperlukan. Ini juga untuk memastikan industri ini berkembang dan makin banyak para Akuntan Profesional yang tertarik memasuki industri akuntan publik. Menurut Michelle, para akuntan muda itu harus didorong dan permudah untuk menjadi AP dan mendirikan KAP.

“Memang sekarang izin untuk KAP lebih cepat karena sudah ada time limit-nya. Tapi eksekusinya juga harus dipermudah. Secara bisnis juga harus dipermudah untuk AP-AP muda ini. Mereka harus cari klien, memperluas network, dan lainnya. Termasuk network dengan organisasi profesi, mereka harus cari nama,” urai Michelle panjang lebar.

Ia juga menekankan dari sisi organisasi profesi, baik IAI maupun IAPI, tidak menutup diri dalam hal ini. Semua pihak harus diberi kesempatan yang sama, walaupun memang dari sisi kualitas ada perbedaan. Tetap harus diberi kesempatan untuk meng-encourage dan meng-upgrade diri.

Selain menjadi wasit, ia juga berharap agar regulator lebih tegas terhadap KAP nakal. Jika tidak, akan susah bagi profesi ini untuk memperoleh apresiasi dari stakeholders. Hanya ada beberapa hal yang mesti diubah, dimana regulator seperti OJK, BEI, atau BI harus mengetahui semua kebutuhan yang ada di masyarakat. *DED/TOM

(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Oktober – November 2015)

 

CA, Tentukan Kesuksesanmu!